Mendiktisaintek: Strategi Baru untuk Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Indonesia

Pemecahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi tiga kementerian baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menarik perhatian publik.

Salah satunya adalah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), yang dipimpin oleh Satryo Soemantri Brodjonegoro.

Satryo dianggap sebagai sosok yang tepat untuk menghadapi berbagai tantangan pendidikan tinggi, riset, dan teknologi di Indonesia. Di tengah isu mahalnya biaya pendidikan, plagiarisme, hingga rendahnya apresiasi terhadap budaya ilmiah, Satryo memaparkan visi dan program strategisnya.

Fokus Utama Kemendiktisaintek

Dalam wawancara eksklusif, Satryo menegaskan bahwa kementeriannya akan fokus pada dua program utama:

  1. Edukasi Budaya Ilmiah: Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya riset dan pengembangan serta manfaat temuan ilmiah bagi kehidupan sehari-hari.
  2. Hilirisasi Penelitian: Memastikan hasil penelitian dapat diterjemahkan menjadi produk bernilai tinggi yang dapat digunakan masyarakat dan industri.

“Budaya ilmiah adalah kunci untuk menjadi negara maju. Indonesia harus memiliki masyarakat yang memahami dan mendukung hasil-hasil ilmiah,” ujar Satryo.

Program Jangka Pendek dan Unit Baru

Satryo juga memprioritaskan restrukturisasi perguruan tinggi agar lebih inovatif dan efisien. Ia mengumumkan pembentukan dua direktorat baru:

Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, yang akan dipimpin diaspora dengan pengalaman internasional.

Direktorat Jenderal Sains dan Teknologi, yang akan fokus pada pengembangan teknologi terapan.

Tantangan dalam Hilirisasi Penelitian

Satryo mengakui hilirisasi hasil penelitian seringkali terjebak di “lembah kematian” (valley of death), sehingga gagal menjadi produk komersial. Ia menekankan perlunya peran pemerintah dalam mendukung proses ini, seperti membangun model bisnis, memfasilitasi prototipe, dan menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi.

“Peneliti dan industri seringkali tidak dapat menjembatani proses hilirisasi. Pemerintah harus hadir untuk mendorong transisi dari penelitian ke produk yang bisa dijual di pasar,” jelasnya.

Isu Pendidikan Tinggi: UKT dan PTN-BH

Mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan sistem PTN-BH menjadi sorotan utama. Satryo menegaskan bahwa otonomi PTN-BH adalah tata kelola akademik dan penggunaan dana, bukan kemandirian mencari dana. Ia juga mendorong keseimbangan antara subsidi pemerintah dan efisiensi kampus untuk mengurangi beban mahasiswa.

“Kampus harus efisien dalam penggunaan dana. Tidak perlu rekrut terlalu banyak staf atau menaikkan UKT secara tidak wajar,” katanya.

Beasiswa LPDP dan Prioritas STEM

Satryo menegaskan optimalisasi Beasiswa LPDP akan difokuskan pada bidang prioritas seperti pangan, energi, air, dan hilirisasi industri. Namun, bidang sosial humaniora tetap mendapatkan ruang, meski porsinya lebih kecil dibandingkan STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).

Integritas Kampus dan Pencegahan Kekerasan

Kemendiktisaintek juga berkomitmen mencegah kasus plagiarisme, kekerasan, dan tingkat bunuh diri di kampus. Satryo meminta para rektor memastikan moral dan etika tetap terjaga di lingkungan pendidikan tinggi.

Visi Unik untuk Perguruan Tinggi

Satryo menekankan pentingnya keunikan dan manfaat kampus bagi masyarakat, dibandingkan sekadar mengejar peringkat global. “Kampus harus menjadi tujuan utama karena keunikannya, bukan sekadar alternatif. Fokuslah pada dampak nyata bagi masyarakat,” tegasnya.

Dengan strategi ini, Satryo optimis pendidikan tinggi, riset, dan teknologi di Indonesia dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan kemajuan bangsa.